Rabu, 13 April 2011

Askep Cangkok Ginjal


ASKEP CANGKOK GINJAL
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian Transplantasi Ginjal
 Menurut Brunner and Suddarth
Ø
Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadaver menusia resipein yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir.
 Menurut www.goegle.com
Ø
transplantasi ginjal dapat dilakukan secara “cadaveric” (dari seseorang yang telah meninggal) atau dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada beberapa keuntungan untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk kecocokan lebih bagus, donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi dan ginjal tersebut cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang.

2. Etiologi
Penyakit gagal ginjal terminal (stadium terakhir).

3. Beberapa terminologi dalam transplantasi, yaitu
a. Autograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari individu yang sama.
b. Isograft adlah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari saudara kembar.
c. Allograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari individu dain dalam spesies yang sama.
d. Xenograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari spesies yang berbeda. Misalnya ginjal baboon yang ditransplantasikan kepada manusia.

4. Komplikasi
a. Penolakan pencangkokan
Yaitusebuah serangan dari sistem kekebalan terhadap organ donor asing yang dikenal oleh tubuh sebagai jaringan asing. Reaksi tersebut dirangsang oleh antigen dari kesesuaian organ asing. Ada tiga jenis utama penolakan secara klinik, yaitu hiperakut, akut, dan kronis.
b. Infeksi
Infeksi meninggalkan masalah yang potensial dan mewakili komplikasi yang paling serius memberikan ancaman kehidupan pada periode pencangkokan jaman dulu. Infeksi sistem urine, pneumonia, dan sepsis adalah yang sering dijumpai.
c. Komplikasi sistem urinaria
Salah satunya adalah terputusnya ginjal secara spontan. Komplikasi yang lain adalah bocornya urine dari ureteral bladder anastomosis yang menyebabkan terjadinya urinoma yang dapat memberi tekanan pada ginjal dan ureter yang mengurangi fungsi ginjal.
d. Komplikasi kardiovaskular
Komplikasinya bisa berupa komplikasi lokal atau sistem. Hipertensi dapat terjadi pada 50%-60% penderita dewasa yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya stenosis arteri ginjal, nekrosis tubular akut, penolakan pencangkokkan jenis kronik dan akut, hidronefrosis.
e. Komplikasi pernafasan
Pneumonia yang disebabkan oleh jamur dan bakteri adalah komplikasi pernafasan yang sering terjadi.
f. Komplikasi gastrointestinal
Hepatitis B dan serosis terjadi dan mungkin dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan hepatotoksik.
g. Komplikasi kulit
Karsinoma kulit adalah yang paling umum. Penyembuhan luka dapat menjadi lama karena status nutrisi yang kurang, albu,in serum yang sedikit dan terapi steroid.
h. Komplikasi-komplikasi yang lain
Sistem lain juga diakibatkan oleh komplikasi sesudah pencangkokan diabetes militus yang disebabkan oleh steroid, mungkin bisa berkembang. Akibat terhadap muskuluskeletal yang termasuk adalah osteoporosis dan miopaty. Nekrosis tulang aseptik adalah utamanya disebabkan oleh terapi kortikosteroid. Masalah reproduksi yang digambarkan dalam frekuensi CRF muncul setelah transplantasi.
i. Kematian
Rata-rata kematian setelah 2 tahun pelaksanaan transplantasi tersebut hanya 10%. Hal ini menggambarkan adanya penurunan tingkat kematian yang berarti dalam dua dekade yang lalu, sebelumnya tingkat ketahanan hidup hanya 40-50%. Khususnya rata-rata kematian yang menurun yang diakibatkan oleh infeksi pada dua tahun pertama setelah dua tahun pencangkokkan telah terjadi.

5. Keberhasilan transplantasi ginjal menurut harapan klinis
a. Lama hidup ginjal cangkok (Graft Survival)
Lama hidup ginjal cangkok sangat dipengaruhi oleh kecocokan antigen antara donor dan resipien. Waktu paruh ginjal cangkok pada HLA identik 20-25 tahun, HLA yang sebagian cocok (one-haplotype match) 11 tahun dan pada donor jenazah 7 tahun. Lama hidup ginjal cangkok pada pasien diabetes militus lebih buruk daripada non diabetes.
b. Lama hidup pasien (Patient Survival)
Sumber organ donor sangat mempengaruhi lama hidup pasien dalam jangka panjang. Lama hidup pasien yang mendapat donor ginjal hidup lebih baik dibanding donor jenasah, mungkin karena pada donor jenasah memerlukan lebih banyak obat imonosupresi. Misalnya pada pasien yang ginjal cangkoknya berfungsi lebih dari satu tahun, didapatkan lama hidup pasien 5 tahun (five live survival) pada donor hidup 93 % dan pada donor jenasah 85 % penyakit eksternal seperti diabetes militus akan menurunkan lama hidup pasien.

6. Faktor-faktor yang berperan dalam keberhasilan transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan transplantasi yang paling banyak dilakukan dibanding transplantasi organ lain dan mencapai lam hidup paling panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transplantasi ginjal terdiri faktor yang bersangkut paut dengan donor, resipien, faktor imunologis, faktor pembedahan antara lain penanganan pra-operatif dan paska operasi.

a. Donor ginjal
Kekurangan ginjal donor merupakan masalah yang umum dihadapai di seluruh dunia. Kebanyakan negara maju telah menggunakan donor jenasah (cadaveric donor). Sedangkan negara-negara di Asia masih banyak mempergunakan donor hidup (living donor). Donor hidup dapat berasal dari individu yang mempunyai hubungan keluarga (living related donor) atau tidak ada hubungan keluarga (living non related donor). Kemungkinan mempergunakan donor hidup bukan keluarga berkembang menjadi suatu masalah yang peka, yaitu komersialisasi organ tubuh.
• Donor hidup
Donor hidup, khususnya donor hidup yang mempunyai hubungan keluarga harus memnuhi beberapa syarat :
a) Usia lebih dari 18 tahun s/d kurang dari 65 tahun.
b) Motivasi yang tinggi untuk menjadi donor tanpa paksaan.
c) Kedua ginjal normal.
d) Tidak mempunyai penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam waktu jangka yang lama.
e) Kecocokan golongan darah ABO, HLA dan tes silang darah (cross match).
f) Tidak mempunyai penyakit yang dapat menular kepada resepien.
g) Sehat mental.
h) Toleransi operasi baik.
Pemeriksaan calon donor meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis lengkap; termasuk tes fungsi ginjal, pemeriksaan golongan darah dan sistem HLA, petanda infeksi virus (hepatitis B, hepatitis C, CMV, HIV), foto dada, ekokardiografi, dan arteriografi ginjal.
• Donor jenazah
Donor jenazah berasal dari pasien yang mengalami mati batang otak akibat kerusakan otak yang fatal, usia 10-60 tahun, tidak mempunyai penyakit yang dapat ditularkan seperti hepatitis, HIV, atau penyakit keganasan (kecuali tumor otak primer). Fungsi ginjal harus baik sampai pada saat akhir menjelang kematian. Panjang hidup ginjal transplantasi dari donor jenasah yang meninggal karena strok, iskemia, tidak sebaik meninggal karena perdarahan subaracnoid.
b. Resipien Ginjal
Pasien gagal ginjal terminal yang potensial menjalani transplantasi ginjal harus dinilai oleh tim transplantasi. Setelah itu dilakukan evaluasi dan persiapan untuk transplantasi. Frekuensi dialisis menjadi lebih sering menjelang opersi untuk mencapai keadaan seoptimal mungkin pada saat menjalani operasi.
Dilakukan pemeriksaan jasmani yang teliti untuk menetapkan adanya hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer dan penyakit jantung koroner, ulkus peptikum dan keadaan saluran kemih. Disamping itu pemeriksaan laboratorium lengkap termasuk pertanda infeksi virus (hepatitis, CMV, HIV) foto dada, USG, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan gigi geligi dan THT.
Resipien yang potensial untuk transplantasi ginjal
a) Dewasa
b) Pasien yang kesulitan menjalani hemodialisis dan CAPD.
c) Saluran kemih bawah harus normal bila ada kelainan dikoreksi terlebih dahulu.
d) Dapat mnejalani terapi imunosupresi dalam jangka waktu lama dan kepatuhan berobat tinggi.
Kontra indikasi
a) Infeksi akut : tuberkolosis, infeksi saluran kemih, hepatitis akut.
b) Infeksi kronik, bronkietaksis.
c) Aterotema yang berat.
d) Ulkus peptikum yang aktif.
e) Penyakit keganasan.
f) Mal nutrisi
c. Imunologi transplantasi
Ginjal donor harus mempunyai kecocokan secara imunologi dengan ginjal resepien agar transplantasi berhasil baik. Golongan darah (ABO) yang sama merupakan syarat yang utama. Kesesuaian imunologis pada transplantasi ginjal dinilai dengan memeriksa pola HLA.
Bila ginajal yang dicontohkan tidak cocok secara imunologis akan timbul reaksi rejeksi. Reaksi ini sebenarnya merupakan usaha tubuh resepien untuk menolak be3nda asing yang masuk ketubuhnya. Ada tiga jenis reaksi rejeksi yang dikenal pada transplantasi ginjal, yaitu :
 Reaksi hiperakut
Ø
Terjadi segera dengan beberapa menit atau beberapa jam setelah klem pembuluh darah dilepas. Disebabkan adanya antibodi terhadap sistem ABO atau sistem HLA yang tidak cocok. Rejeksi hiperaktif tidak bisa diatasi harus dilaksanakan nefrektomi ginjal cangkok. Rejeksi hiperakut saat ini jarang terjadi oleh karena dapat dihindarkan dengan pemeriksaan reaksi silang.
 Rejeksi akut
Ø
Biasanya terjadi dalam waktu 3 bulan pasca transplantasi, dapat dicetuskan oleh penghentian atau pengurangan dosis obat imunoisupresi. Manifestasi klinis : demam, mialgia malaise, nyeri pada ginjal baru, produksi urine menurun, berat badan meningkat, tekanan darah naik, kreatinin serum meningkat, histopatologi.
Terapi rejeksi akut :
1. Metil prednisolon: 250 mg-1 gr IV/hari selama 3 hari. Respon umumnya setelah didapatkan 3 hari.
2. ALG (anti limphocyte globulin), ATG (anti thympocyte globulin) atau antibodi monoklonsl (OKT-3) sebagai terapi alternatif bila tidak teratasi.
 Rejeksi kronik
Ø
Terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun pasca transplantasi. Pada rejeksi kronik terjadi penurunan fungsi ginjal cangkok. Belum ada pengobatan yang spesifik untuk mengobati rejeksi kronik.

7. Persiapan pembedahan (Pra-Operatif dan perioperatif)
Persiapan pra-operatif untuk calon resipien bertujuan untuk :
• Menilai kemampuan menjalani operasi besar.
• Menilai kemampuan menerima obat imunosupresi untuk jangka waktu yang lama.
• Menilai status vaskular tempat anastomosis.
• Menilai traktus urinarius bagian bawah.
• Menghilangkan semua sumber infeksi.
• Menilai dan mempersiapkan unsur psikis.

Persiapan pra-operatif untuk calon donor bertujuan untuk ;
• Menilai kerelaan (tak ada unsur paksaan atau jual beli)
• Menilai kemampuan untuk nefrektomi
• Menilai akibat jangka panjang ginjal tunggal
• Menilai kemungkinan anastomosis
• Menilai kecocokan golongan darah ABO, HLA dan crossmatch.

8. Obat-obat imunosupresi
Untuk mencegah terjadinya rejeksi, kepada pasien yang mengalami transplantasi ginjal diberikan obat-obat imunosupresi. Pilihan obat, kombinasi obat serta dosis obat tergantung kepada respons dan kecocokan antara antigen donor dengan resepien disamping faktor lain. Ada berbagai macam obat imunosupresi yang tersedia, pada umumnya dikelompokkan menjadi :
1. Obat imunosupresi Konvensional :
 Siklosporin- A
ü
 Kortikosteroid
ü
 Azatioprin
ü
 Antibodi monoklonal: OKT-3
ü
 Antibodi poliklonal : ALG (antilyphocyte globulin), ATG (anti thympocyte globulin)
ü
2. Obat imunosupresi baru
Ada lebih dari 12 obat imunosupresif baru yang diteliti, namun sampai saat ini yang dianggap memenuhi syarat dari hasil percobaan klinis dan sudah dipakai luas hanyalah tacrolimus dan mycophenolate mofetil (MMF).
Catatan :
 Efek samping tacrolimus hampir sama dengan siklosporin
ü
 Infeksi yang timbul biasanya CMV (cytomegalo virus)
ü
 ATG (anti thympocyte globulin)
ü
 ALG (anti limpocyte globulin)
ü
 MMF (micophenolate mofetil)
ü
9. Proses transplantasi ginjal
 Ginjal yang rusak diangkat. Kelenjar adrenal dibiarkan ditempatnya arteri dan vena renal diikat.

 Ginjal transplan diletakkan di fosa iliaka.

 Arteri renal dari ginjal donor dijahit ke arteri iliaka dan vena renal dijahit kevena iliaka.

 Ureter ginjal donor dijahit kekandung kemih atau ke ureter pasien
.

Kelompok :  * Cecep Taufik Hadiyansyah
                   * Irwan Syaeful Malik
                   * Ryan Ardimas Degdoyo
                   * Yoga  Sugema Firdaus
Kelas 2 D


Asuhan Keperawatan Pielonefritis

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN PIELONEFRITIS
1.  Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal, dimana katup uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan urin mengalir baik(refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain.

Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong. 200)

2. Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
·         kehamilan
·         kencing manis
·         keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.

Patofisiologi 
3. Gejala
Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah.
Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat.Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali. 
Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil).  Pielonefritis kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal).
4. Manifestasi klinis
Pielonefritis akut: pasien pielonefritis akut mengalami demam dan menggigil, nyeri tekan pada kostovertebrel(CVA), Leokositosis, dan adanya bakteri dan sel darah putih dalam urinselain itu gejala saluran urinarius bawah seperti disuria dan sering berkemihumumnya terjadi. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin.
Ginjal pasien pielonefritis biasanya membesar disertai infiltrasiinterstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kartiko medularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Ketika pielonefritis menjadi kronis, ginjal membentuk jaringan parut, berkontraksi dan tidak berfungsi
Pielonefritis kronis:biasanya tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi. Tada-tanda utama mencakup keletiah sakit kepala, nafsumakan rendah, poliuria, haus yang berlebihan, dan kehilangan berat  badan. Infeksi yang menetap atau kambuh dapat menyebabkan jaringan parut progresif di ginjal disertai gagal ginjal pada akhirnya.

5. Komplikasi 
Pielonefritis kronik: penyakit ginjal stadium akhir(mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut)hipertensi, danpembentukan batu ginjal (akibat  infeksi kronik disertai organisme pengurai-urea, yang mengakibatkan terbentuknya batu).

6. Pemeriksaan Penunjang
1.      Urinalisis
~         Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
~         Hematuria: hematuria- positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2.     Bakteriologis
~         Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme koliform / mL urin plus piuria
~         Biakan bakteri
~         Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
3.     Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4.     Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5.     Metode tes
~         Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat).
~         Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
~         Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
6.     Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
7.     Tes- tes tambahan :
~         Urogram intravena (IVU).
~         Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate.
~         Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

7. Penatalaksanaan
Pielonefritis Akut: pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis.
Maslah yangmungkin timbul dlam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.
Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan di dasarkanpada identifikasi patogen melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial toksik.

8. Pengobatan
a.     Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b.     Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.
c.     Di anjurkan untuk dering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.


ASUHAN KEPERAWATAN

1.  Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
A.    Data biologis meliputi :
1.      Identitas Klien
2.     Identitas penanggung
B.     Riwayat kesehatan :
1.      Riwayat infeksi saluran kemih
2.     Riwayat pernah menderita batu ginjal
3.     Riwayat penyakit DM, Jantung
C.     Pengkajian fisik :
1.      Palpasi kandung kemih
2.     Infeksi darah meatus
a.     Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine
b.     Pengkajian pada costovertebralis
D.    Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit mekanisme kopin dan system pendukung
E.     Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga
1.      Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit
2.     Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

2.  Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan
2.     Nyeri akut  b.d proses peradangan / infeksi
3.     Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi
4.     Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
5.     Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri
6.     Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
7.     Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

3.  Perencanaan
Dp. 1 : Perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu makan bertambah.
Batasan karateristik :
Subjektif : kram abdomen, melaporkan perubahan sensasi rasa, merasa kenyang setelah mengingesti makanan, merasakan ketidakmampuan mengingesti makanan.
Objektif : adanya bukti kekurangan makanan, bising usus hiperaktif, konjungtiva dan membran mukosa pucat, tonus otot buruk.
Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.
Intervensi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1






2








3



4





5





6
Mandiri
Pantau  / catat permasukan diet






Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan  larutan (25%) cairan asam asetat. Berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut diantara makan





Berikan makanan sedikit tapi sering


Kolaborasi :
Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi




Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosat sesuai indikasi




Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh; BUN, albumin serum, transferin, natrium dan kalium.

Membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gajala uremik (contoh : mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan.

Mambran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki dan membantu menyegarkan rasa mulut yang sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonea yang dibentuk oleh perubahan urea.

Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya paristaltik

Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan,dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang hiperalimentasi

Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan, dan atau selama fase penyembuhan.

Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan kebutuhan / efektivitas terapi.

Dp. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Batasan karakteristik: kegelisahan, perilaku melindungi, perilaku menjaga, kandung kemih tegang
Subjektif      :  keletihan
Objektif  : perubahan kemampuan untuk meneruskan aktifitas sebelumnya, perubahan pola tidur, penurunan interaksi dengan orang lain, perubahan berat badan.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang, tenang,   tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.



      Intervensi :

No
Intervensi
Rasionalisasi

1


2


3


4




5


6


7






8


9
Mandiri :
Pantau intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri

Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.

Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, bau dan pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang

Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat

Berikan perawatan parineal

Kolaborasi :
Konsul dokter bila : sebelumnya kuning gading urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sering berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit

Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya

Berikan antibiotic. Buat berbagi variasi sediaan minum, termasuk air segar. Pemberian air sampai 2400 ml/hari

Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot – otot

Untuk membantu klien dalam berkemih


Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang di harapkan


Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot

Untuk mencegah kontaminasi uretra


Temuan – temuan ini dapat memberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas




Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri

Akibat dari haluran urin memudahkan berkemih sering dan membantu membilas saluran berkemih

Dp. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien berkurang
Batasan Karakteristik : suhu tubu meningkat di atas rentang normal, frekuensi napas meningkat, kulit hangat bila disentuh, kadang merasa mual.
Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan suhu kulit lembab
Intervensi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1


2



3





4




5
Mandiri :
Pantau suhu pasien (drajat dan pola) ; perhatikan menggigil/diaforesis

Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi


Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol




Berikan selimut pendingin




Kolaborasi :
Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol)

Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan proses penyakit infeksius akut

Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.

Dapat membantu mengurangi demam. Catatan : penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabakan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit. 


Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,50-400 C pada waktu terjadi kerusakan/ gangguan otak.

Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotelamus. Meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme. Dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi


Dp. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa
Batasan Karakteristik : klien gelisah, tidak tenang, tanda vital abnormal, gelisah, ketakutan, gangguan tidur.
Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit
Intervensi :
No
Intervensi
Rasionalisasi
1



2


3


4
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya


Pantau tingkat kecemasan


Beri dorongan spiritual


Beri penjelasan tentang penyakitnya
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan

Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien

Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada tuhan YME

Agar klien mengerti sepenuhnya dengan penyakit yang di alaminya.



Dp. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa tidur dengan nyenyak.
Batasan karakteristik :
Subjektif : ketidak puasan tidur, keluhan verbal tentang kesulitan untuk tidur, keluhan verbal tentang perasaan tidak dapat beristirahat dengan baik.
Objektif : total waktu tidur kurang dari lama tidur normal, bangun 3 kali atau lebih di malam hari
Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai
Intervensi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1

2


3


4



5
Mandiri :
Instruksikan tindakan relaksasi

Hindari mengganggu bila mungkin, mis : membangun untuk obat atau terapi

Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi

Dorong posisi nyaman, bantu dalam megubah posisi

Kolaborasi :
Berikan sedatif, hipnotik, sesuai indikasi

Membantu menginduksi tidur

Tidur tanpa gangguan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun

Mengkaji perlunya mengidentifikasi intervensi yang tepat.

Perubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat


Mungkin di berikan untuk membantu pasien tidur/istirahat selama periode dari rumah ke lingkungan baru. Catatan : hindari penggunaan kebiasaan, karena ini menurunkan waktu tidur.

Dp. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran aktifitas.
Batasan Karakteristik :
Subjektif : ketidaknyamanan, melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal
Objektif: denyut jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
Intervensi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1



2
Mandiri :
Bantu aktivitas perawatan diri yang di perlukan.  Berikan kemajuan peningkatan aktifitas selama fase penyembuhan.

Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas

Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pemilihan intervensi.

Dp. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat
Batasan Karakteristik :
Subjektif :
Objektif : penurunan turgor kullit/lidah, konsentrasi urine meningkat, kulit/ mambran mukosa kering.
Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki keseimbangan asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
Intervensi :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1


2


3


4



5












6
Mandiri :
Ukur dan catat urine setiap kali berkemih


Pastikan kontinuitas kateter pirau/ akses


Tempatkan pasien pada posisi telentang/tredelenburg sesui kebutuhan

Pantau mambran mukosa kering, torgor kulit yang kurang baik, dan rasa haus

Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
~         Hb/Ht


~         Elektrolit serum dan Ph




~         Waktu pembekuan, contoh ACT, PT/PTT, dan Jumlah trombosit

Berikan cariran IV (contoh, garam faal)/ volume ekspender (contoh albumin)selama dialisa sesuai idikasi



Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/output

Terputusnya pirau/ akses terbuka akan memungkinkan eksanguinasi

Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi hipotensi

Hipovolemia/cairian ruang ketiga akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi


~         Menurun karena anemia, hemodilusi atau kehilangan darah aktual.
~         Ketidak seimbangan dapat memerlukan perubahan dalam cairan dialisa atau tambahan pengganti untuk mencapai keseimbangan
~         Penggunaan heparin untuk mencegah pembekuan pada aliran darah dan hemofilter mengubah koagulasi dan potensial darah aktif.



Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena hemofelter Cav bila kecepatan ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk membuang cairan ekstraseluler dan cairan toksik. Volume ekspender mungkin dibutuhkan selama/setelah hemodialisa bila terjadi hipotensi tiba-tiba nya!!


 Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
·         kehamilan
·         kencing manis
·         keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.

Pengobatan dapat dilakukan sebagai berikut :
·         Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
·         Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.
·         Di anjurkan untuk dering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.



Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC




 
Kelompok :  * Cecep Taufik Hadiyansyah
                   * Irwan Syaeful Malik
                   * Ryan Ardimas Degdoyo
                   * Yoga  Sugema Firdaus
Kelas 2 D