Rabu, 13 April 2011

Trauma Ginjal


TRAUMA GINJAL
I.Pengerian
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.

Trauma ginjal biasanya terjadi akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh. Trauma ini biasanya juga disertai dengan fraktur pada vertebra thorakal 11-12. Jika terdapat hematuria kausa trauma harus dapat diketahui. Laserasi ginjal dapat menyebabkan perdarahan dalam rongga peritoneum.
Tujuan dari penanganan trauma ginjal adalah untuk resusitasi pasien, mendiagnosis trauma dan memutuskan penanganan terapi secepat mungkin. Penanganan yang efisien dengan tehnik resusitasi dan pemeriksaan radiologi yang akurat dibutuhkan untuk menjelaskan manajemen klinik yang tepat. Para radiologis memainkan peranan yang sangat penting dalam mencapai hal tersebut, memainkan bagian yang besar dalam diagnosis dan stadium trauma. Lebih jauh, campur tangan dari radiologis menolong penanganan trauma arterial dengan menggunakan angiografi dengan transkateter embolisasi. Sebagai bagian yang penting dar trauma, radiologi harus menyediakan konsultasi emergensi, keterampilan para ahli dalam penggunaan alat-alat radiologis digunakan dalam evaluasi trauma, dan biasanya disertai trauma tumpul pada daerah abdominal.
Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal terjadi akibat trauma tumpul. Secara umum, trauma ginjal dibagi dalam tiga kelas : laserasi ginjal, kostusio ginjal, dan trauma pembuluh darah ginjal. Semua kelas tersebut memerlukan indeks pengetahuan klinik yang tinggi dan evaluasi serta penanganan yang cepat.
 Laju mortalitas dan morbiditas trauma (ruptur) ginjal bervariasi tergantung dari beratnya trauma yang terjadi, derajat trauma yang mengenai organ lainnya dan rencana pengobatan yang digunakan. Oleh karena itu, pilihan penanganan harus mempertimbangkan angka mortalitas dan morbiditas. Secara keseluruhan, dengan tekhnik penanganan modern, laju pemeliharaan ginjal mencapai 85-90%.
Frekuensi trauma ginjal agak tergantung pada jumlah populasi yang ada. Jumlah trauma (ruptur) ginjal kira-kira 3% dari keseluruhan jenis trauma dan 10% dari pasien tersebut masuk dalam trauma abdominal.
Trauma (ruptur) ginjal merupakan trauma urologi yang paling sering terjadi, terjadi 8-10% dari pasien dengan disertai trauma pada abdomen. Dari penelitian Baverstock (2001) dan Sagalowsky (1983) trauma tumpul merupakan penyebab terbanyak dengan jumlah sebesar 80% dari trauma ginjal. Di antara pasien dengan hematuria, tercatat trauma ginjal sebesar 25%; dimana kurang dari 1% pasien dengan mikrohematuria yang memiliki trauma ginjal (Cass, 1986; Nicolaisen, 1985; Herschorn, 1991; McAndrew, 1994).
Normalnya sepasang ginjal terletak terbaring pada rongga peritoneal pada daerah tengah menuju daerah posterior dinding abdomen. Secara umum, kedua ginjal tersebut bertugas sebagai alat yang menyaring sampah-sampah dan mengeluarkan bahan yang tidak digunakan dari darah menuju ke traktus urinarius bagian bawah. Pada bagian belakang, kedua ginjal berbatasan dengan otot psoas dan otot lumborum; pada bagian atas, ginjal berhubungan dengan diafragma dan kelanjar suprarenal. Karena ginjal terletak kira-kira antara vertebra thorakal 12 dan vertebra lumbal ketiga, kedua ginjal tersebut dilindungi oleh sebagian costa inferior.
  

Trauma (ruptur) ginjal dapat terjadi oleh karena beragam mekanisme. Di Amerika Serikat, kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab terbanyak dari trauma tumpul abdominal yang menyebabkan trauma ginjal. Selain itu, jatuh dari ketinggian termasuk luka tembakan, merupakan penyebab selebihnya. Pada kasus jarang, trauma ginjal terjadi oleh karena penyebab iatrogenic (contohnya angiomyolipoma) yang dapat bermanifestasi dengan perdarahan setelah trauma minor.
Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal muncul dengan gejala hematuria (95%), yang dapat menjadi besar pada beberapa trauma ginjal yang berat. Akan tetapi, trauma vaskuler ureteropelvic (UPJ), hematuria kemungkinan tidak tampak. Oleh karena, sebagian besar penanganan trauma, termasuk trauma ginjal, membutuhkan sedikit prosedur invasif (Baverstock, 2001; Moudouni, 2001; Santucci, 2001), maka pemeriksaan radiologi sangatlah penting. Dengan pemeriksaan yang akurat dari radiologi pasien dapat ditangani dengan optimal secara konservatif dari penanganan pembedahan.
Berdasarkan American Association for the surgery of Trauma (AAST), trauma (ruptur) ginjal terbagi dalam beberapa derajat :
1. Grade I
   - Hematuria dengan pemeriksaan radiologi yang normal
   - Kontusio
   - Hematoma subkapsular non-ekspanding
2. Grade 2
  - Hematoma perinefrik non-ekspanding yang terbatas pada retroperitoneum.
  - Laserasi kortikal superficial dengan kedalaman kurang dari 1 cm tanpa adanya trauma pada sistem lain.
3. Grade 3
    Laserasi ginjal yang kedalamannya lebih dari 1 cm tidak melibatkan sistem lainnya.
4. Grade 4
  - Laserasi ginjal yang memanjang mencapai ginjal dan sistem lainnya.
  - Trauma yang melibatkan arteri renalis utama atau vena dengan adanya hemoragik
  - Infark segmental tanpa disertai laserasi
  - Hematoma pada subkapsuler yang menekan ginjal
5. Grade 5
  - Devaskularisasi ginjal
  - Avulse ureteropelvis
  - Laserasi lengkap atau thrombus pada arteri atau vena utama
Untuk diagnostik pada penyakit ini didasarkan pada manifestasi klinis, laboratorium, dan pemeriksaan radiologi.
VII.1. Manifestasi Klinis 
Tanda kardinal dari trauma (ruptur) ginjal adalah hematuria, yang dapat bersifat massif atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur dengan volume hematuria atau tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah adanya nyeri pada abdomen dan lumbal, kadang-kadang dengan rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri lokal. Jika pasien datang dengan kontur pinggang yang kecil dan datar, kita dapat mensuspeknya dengan hematoma perinefrik. Pada kasus perdarahan atau efusi retroperitoneal, trauma ginjal kemungkinan dihubungkan dengan ileus paralitik, yang bisa menimbulkan bahaya karena membingungkan untuk didiagnosis dengan trauma intraperitoneal.
Dokter harus memperhatikan fraktur iga, fraktur pelvis atau trauma vertebra yang dapat berkembang menjadi trauma ginjal. Nausea dan vomiting dapat juga ditemukan. Kehilangan darah dan shock kemungkinan akan ditemukan pada perdarahan retroperitoneal.
VII.2. Laboratorium 
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah urinalisis. Pada pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung informasi mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.
VII.3. Radiologi
Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde, arteriografi translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed tomography (CT-Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR).
VII.3.1. Intravenous Pyelography (IVP) 
Tujuan pemeriksaan IVP adalah (1) untuk mendapatkan perkiraan fungsional dan anatomi kedua ginjal dan ureter, (2) menentukan ada tidaknya fungsi kedua ginjal, dan (3) sangat dibutuhkan pada bagian emergensi atau ruangan operasi.(7)  
Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah (1) pemeriksaan ini memerlukan gambar multiple untuk mendapatkan informasi maksimal, meskipun tekhnik satu kali foto dapat digunakan; (2) dosis radiasi relative tinggi (0,007-0,0548 Gy); (3) gambar yang dihasilkan tidak begitu memuaskan.(8) 
Gambar di atas merupakan gambaran trauma ginjal grade 3. Setelah pemasukan kontras secara intravena, pada gambar tersebut terlihat berkurangnya gambaran struktur ginjal kiri jika dibandingkan dengan sebelah kanan serta tidak terdapat ekstravasasi kontras.
VII.3.2. Computed Tomography (CT) 
Computed Tomography (CT) merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat menampakan keadaan anatomi traktus urinarius secara detail. Pemeriksaan ini menggunakan scanning dinamik kontras.
Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah (1) memeriksa keadaan anatomi dan fungsional ginjal dan traktus urinarius, (2) membantu menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal dan (3) membantu diagnosis trauma yang menyertai.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah (1) pemeriksaan ini memerlukan kontas untuk mendapatkan informasi yang maksimal mengenai fungsi, hematoma, dan perdarahan; (2) pasien harus dalam keadaan stabil untuk melakukan pemeriksaan scanner; dan (3) memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk melihat bladder dan ureter.
 
Gambar di atas merupakan trauma ginjal grade 1. Setelah pemasukan kontras gambar tersebut memperlihatkan adanya hematoma subkapsular dengan densitas high-cresentic karena pengumpulan cairan di sekitar ginjal kanan.
VII.3.3. Ultrasonografi (USG) Renal 
Keuntungan pemeriksaan ini adalah (1) non-invasif, (2) dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi, dan (3) dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma.(7)
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah (1) memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih, (2) pada pemeriksaan yang cepat sulit untuk melihat mendeskripsikan anatomi ginjal, dimana kenyataannya yang terlihat hanyalah cairan bebas, (3) trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.(7)
Gambar di atas menggunakan USG yang merupakan gambaran trauma ginjal grade 5. Dari hasil pemeriksaan ini didapatkan adanya darah pada ginjal bagian kanan.
VII.3.4. Angiography  
Keuntungan pemeriksaan ini adalah (1) memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan penanganan trauma ginjal, dan (2) lebih jauh dapat memberikan gambaran trauma dengan abnormalitas IV atau dengan trauma vaskuler.(7) 
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah (1) pemeriksaan ini invasif, (2) pemeriksaan ini memerlukan sumber-sumber mobilisasi untuk melakukan pemeriksaan, seperti waktu; (4) pasien harus melakukan perjalanan menuju ke ruang pemeriksaan.
  
Gambaran Angiografi di atas memperlihatkan adanya ekstravasasi kontas pada vaskular aktif dan terdapat pseudoaneurisma pada bagian bawah ginjal.(13)
  
VII.3.5. Magnetic Resonannce Imaging (MRI) 
MRI digunakan untuk membantu penanganan trauma ginjal ketika terdapat kontraindikasi untuk penggunaan kontras iodinated atau ketika pemeriksaan CT-Scan tidak tersedia. Seperti pada pemeriksaan CT, MRI menggunakan kontas Gadolinium intravena yang dapat membantu penanganan ekstravasasi sistem urinarius. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksan terbaik dengan sistem lapangan pandang yang luas.
  
 Tujuan dari penanganan penyakit ini adalah mencegah gejala-gejala darurat dan penanganan komplikasi. Analgesik dibutuhkan untuk mengurangi rasa sakit. Hospitalisasi dan observasi tertutup dibutuhkan karena resiko perdarahan tertutup dari trauma ginjal. Perdarahan yang cukup berat membutuhkan pembedahan keseluruhan ginjal (nefroktomi) untuk mengontrol perdarahan. Pembedahan dilakukan untuk mengontrol perdarahan termasuk drainase pada ruang sekitar ginjal. Kadang-kadang angio-embolisasi dapat menghentikan perdarahan. Pembedahan dilakukan untuk memperbaiki keadaan parenkim ginjal dan vaskularisasinya. Dimana tekhnik yang akan dilakukan tergantung pada lokasi terjadinya trauma. Pengobatan non-bedah termasuk istirahat selama 1-2 minggu atau selama perdarahan berkurang, adanya nyeri, dan observasi tertutup dan penanganan gejala-gejala dari gagal ginjal. Pengobatan ini juga harus diimbangi dengan retriksi diet dan penanganan gagal ginjal.
  
Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab dan luasnya trauma (ruptur). Kerusakan kemungkinan ringan dan reversible, kemungkinan membutuhkan penanganan yang sesegera mungkin dan munkin juga menghasilkan komplikasi.
  
Komplikasi tercepat terjadi dalam 4 minggu setelah trauma dan termasuk ekstravasasi urin dan bentuk urinoma, yang disertai perdarahan, infeksi urinoma dan abses perinefrik, sepsis, fistula arteriovenous, pseudoanerysma dan hipertensi.
Komplikasi yang lama termasuk hironefrosis, hipertensi, bentuk kalkulus, dan pyelonefritis kronik. Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Husman dan Moris didapatkan bahwa komplikasi lebih banyak ditemukan pada pasien yang devaskularisasi dibandingkan dengan pasien yang vaskularisasi.
Komplikasi infeksi pada sistem urinari dan abses perinefrik umumnya didapatkan pada pasien yang belum dilakukan pembedahan.


Kelompok :  * Cecep Taufik Hadiyansyah
                   * Irwan Syaeful Malik
                   * Ryan Ardimas Degdoyo
                   * Yoga  Sugema Firdaus
Kelas 2 D












Tidak ada komentar:

Posting Komentar